Beberapa hari yang lalu, kita di hebohkan oleh beberapa public
figure negri ini atas ucapannya yang mengandung SARA. Masyarakat
berbondong-bondong menghujat dan meng olok-olok melalui sosial media dan anehnya tidak sedikit pula orang yang
mendukungnya. Beberapa Public figure
lainya secara gamblang mengungkapkan ke tidak setujuan atas tindakan SARA
tersebut.
Saya sendiri tidak perduli atas apa yang mereka lakukan,
tapi menurut hemat saya sebagai warga Negara yang baik dan sedikit tidak taat
ini memang benar-benar tindakan yang salah, ternyata kabar yang saya dengar
(entah dari mana) mereka yang melakukan tindakan SARA itu ingin mengalihkan
perhatian terhadap public untuk menjadi orang nomor satu di Negri ini.
Siapa sangka seorang seniman yang sangat di hormati dan
paling di segani di Negri ini melakukan tindakan hal SARA, ironisnya dia sangat
paham betul akan konsep agama yang dia anut (dan tentu saja menjadi agama
saya). Saya sendiri jadi mempertanyakan ke ta’atan nya dalam beragama,
mengingat banyak kasus yang kurang mengenakan di masa lalunya. Kejadian ini
terjadi ketika ada pemilihan gubernur Jakarta, dalam ceramah agamanya dia mencampurkan
ceramah dengan urusan politik. Percayalah walaupun saya bukan orang yang taat
dalam beribadah dan masih angot-angotan, saya sadar sekali kalau itu sangat
salah. Memang benar dalam agama saya ada ayat yang mengatakan “tidak boleh
memilih pemimpin yang bukan dari agama yang sama”. Tapi kita semua sama-sama
tahu, kalau pemimpin sebelumnya itu bukan pemimpin yang bersih dan sedikit
bermasalah. Memang manusia tidak ada yang sempurna, jika ada pemimpin yang
setidaknya membuat Kota ini lebih baik walaupun bukan dari agama yang sama kenapa
tidak? Jika dia menjadi pemimpin Negara ini, entah apa yang akan dia lakukan,
mengusir semua masyarakat yang tidak sama dengan agamanya mungkin. Apa dia
tidak mengingat akan perjuangan para Pahlawan yang berjuang untuk memerdekakan
Negri ini?, apa para Pahlawan berjuang sesuai dengan agama nya masing-masing? Apa
kalian berfikir hal yang sama dengan saya?
Selang beberapa waktu masalah ini hampir reda, muncul lagi
ketika seorang pengacara yang cukup terkenal (tapi juga pengangguran) berkicau
di akun twitter dan menyinggung tentang Ras dan Golongan tertentu. Dan
lagi-lagi para pemimpin Jakarta yang jadi sasarannya. Dia menyerang Wakil
Gubernur yang notabene nya bukan keturunan pribumi, entah apa yang ada di
kepalanya sampai dia harus memikirkan apa yang sebenarnya bukan pekerjaan nya
(seperti saya sekarang ini) memangnya kenapa kalo dia tidak mau pindah dari
rumah pribadinya? Bukan kah itu bagus berarti wakil gubernur bukan tipe orang
yang memanfaatkan jabatan, tidak seperti pejabat-pejabat tinggi Negara ini.
Yang ngotot untuk mendapatkan rumah dinas yang anggarannya satu rumah bisa
memberi santunan untuk rakyat miskin satu kecamatan. Memangnya kenapa dia mempertontonkan rekaman
hasil rapat bersama bawahan-bawahannya kepada masyarakat? Bukan kah itu bagus,
jadi tidak ada kecurangan lagi dan mengurangi tingkat korupsi di tingkat
pejabat daerah, kenapa harus malu? Jika benar dan tidak ada yang janggal tidak
perlu merasa malu. Jika ketahuan kejanggalan-kejanggalan ya itu salah sendiri
kenapa begitu bodoh hingga harus melakukan korupsi.
Dia berkata “sudah sa’atnya yang muda seperti saya memimpin
negri ini” dalam pikiran saya dia pasti belum bangun dari tidurnya. Saya
mengurangi penilaian saya terhadap dia setelah dia berkata “orang miskin tidak
perlu di pelihara Negara”. Sudah jelas-jelas ada undang-undangnya. Seharusnya
sebagai pengacara kondangan, dia lebih tau dari saya. Tiga hari yang lalu dia datang ke kampus dimana
saya bekerja, dalam acara yang sebenarnya tidak ada hubungan dengan politik dan
saya anggap itu sebagai tindak Pencitraan dan kampanye terselubung, agar
mendapatkan dukungan dari kalangan mahasiswa, ini perkiraan negative saya loh,
jadi tidak benar-benar apa yang terjadi.
Lalu ada seseorang yang katanya calon hakim tinggi di negeri
ini yang menyatakan hal yang di luar dugaan public, dia berkata bahwa
“sesungguhnya tersangka pemerkosaan dan
korban pemerkosaan sama-sama menikmati perkosaan itu” sungguh sangat tidak pantas
di ucapkan, walau pun niatnya hanya sebatas guyonan. Sebenarnya saya sempat
setuju tentang penolakannya terhadap sangsi pemerkosa, karena itu tidak perlu
di hukum mati, kalo pun harus di hukum mati, setidaknya kalo si korbanya juga
di bunuh itu baru setimpal. Dan opini saya seandainya memang harus di hukum
mati, tentu terpidana tindak korupsi harus merasakan hal yang sama. Karena
korupsi bukan hanya membunuh seseorang tapi ribuan, bahkan jutaan orang di
Negara ini.
Saya hanya menumpahkan keganjilan yang ada di kepala saya,
dan saya hanya mencoba, apakah saya masih punya otak atau sudah mengikuti
naruli binatang, dantrernyata saya masih punya nurani. saya tidak bermaksud
untuk menyudutkan seseorang dan tidak bermaksud ingin menghasut orang yang baca
tulisan saya ini, dan saya pun tidak ingin membuka forum untuk perdebatan akan
tulisan saya ini, kebebasan berpendapat itu sah-sah saja dan tidak harus di
debatkan. Dan percayalah keberagaman itu sangat indah, dan kita hidup (katanya)
Merdeka seperti sekarang ini karena keberagaman suku dan agama, bila kalian
yang membaca tulisan saya ini sadar. Saya ingin bersama menjadikan Negara kita
Negara yang kuat akan keberagaman dan tidak bisa di pandang sebelah mata oleh
dunia. Dengan tidak menghargai pendapat orang dan hanya menjadi pribadi yang
membenci, Negara ini akan hancur dalam hitungan beberapa tahun lagi. Terimakasih ……! (“-)V